
Lebaran merupakan momen yang dinanti-nanti oleh banyak orang, karena menjadi waktu berkumpul bersama keluarga besar, berbagi kebahagiaan, dan mempererat tali silaturahmi. Namun, bagi kita, terutama yang masih dalam perjuangan menyelesaikan studinya, momen ini sering kali menjadi ajang pertanyaan basa-basi yang terkadang justru menimbulkan ketidaknyamanan. Pertanyaan seperti “Kapan lulus?”, “Kok belum kerja?”, atau “Kapan nikah?” sering kali terdengar sepele, tetapi bagi sebagian orang, terutama kita yang sedang menghadapi tekanan akademik atau persoalan pribadi, pertanyaan-pertanyaan ini bisa terasa seperti tekanan sosial. Bahkan, pertanyaan mengenai perubahan fisik, seperti “Kok gendutan?” atau “Sekarang kurusan ya?”, juga bisa membuat kita merasa tidak nyaman.
Dalam budaya Indonesia, basa-basi sering kali dianggap sebagai bentuk kepedulian dan keakraban. Namun, hal ini tidak jarang justru menjadi pemicu kecemasan dan tekanan mental, terutama jika kita merasa belum mencapai ekspektasi sosial tertentu. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami cara menghadapi pertanyaan-pertanyaan ini agar tetap merasa nyaman dan dapat menikmati momen lebaran dengan tenang.
Mengapa Pertanyaan Basa-Basi Bisa Mengganggu?
Bagi sebagian orang, pertanyaan semacam ini mungkin terdengar wajar dan tidak bermaksud menyakiti. Namun, bagi kita yang sedang mengalami tekanan akademik, masalah pribadi, atau masih dalam tahap pencarian jati diri, pertanyaan tersebut dapat menambah beban pikiran. Menurut teori Cognitive Appraisal dari Lazarus & Folkman, menjelaskan bahwa stres bukan hanya respons otomatis terhadap suatu situasi, tetapi hasil dari penilaian kognitif individu terhadap peristiwa atau situasi tertentu, apakah mereka menilai sebagai ancaman, tekanan, atau lain sebagainya (Matahari, 2023). Jika pertanyaan basa-basi dianggap sebagai bentuk tekanan, maka tubuh dan pikiran akan bereaksi dengan stres. Oleh karena itu, mengubah cara pandang kita terhadap pertanyaan ini bisa menjadi langkah awal untuk menghadapinya dengan lebih santai.
Selain itu, terdapat pula penelitian yang menunjukkan bahwa social pressure atau tekanan sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental seseorang (Qudsyi et al, 2020). Jika seseorang dapat mengelola tekanan ini dengan baik, maka bisa menjadi motivasi untuk berkembang. Namun, jika tidak ditangani dengan baik, tekanan sosial dapat menyebabkan kecemasan, stres, bahkan menurunkan rasa percaya diri. Untuk itu, mahasiswa perlu memahami strategi yang tepat agar tidak terlalu terpengaruh dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul selama momen Lebaran. Berikut beberapa cara bijak yang bisa diterapkan:
Cara Bijak Menghadapi Pertanyaan Basa-Basi Saat Lebarana
1. Jawab dengan Santai dan Humor
Salah satu cara efektif menghadapi pertanyaan yang kurang nyaman adalah dengan menggunakan humor. Berdasarkan teori Humor Coping Strategy, humor dapat membantu mengurangi stres dalam situasi sosial yang kurang nyaman (Simione & Gnagnarella, 2023). Jika ada yang bertanya, “Kapan lulus?”, kamu bisa menjawab dengan nada santai, seperti “Doakan saja semoga cepat lulus, biar bisa traktir nanti!” Atau jika ditanya, “Kok masih kuliah terus?”, bisa menjawab dengan candaan “Iya nih, kayaknya kampus betah sama aku!” Jawaban yang ringan seperti ini bisa mengalihkan suasana dan membuat lawan bicara ikut tertawa, sehingga percakapan terasa lebih menyenangkan.
2. Gunakan Komunikasi Asertif
Menurut Burgon & Huffner, dalam LM Psikologi UGM (2021), terdapat salah satu cara agar komunikasi berjalan secara efektif, yaitu dengan komunikasi asertif. Komunikasi asertif merupakan sebuah teknik berkomunikasi di mana seseorang dapat menyampaikan pendapatnya secara lugas tanpa menyinggung orang tertentu baik secara verbal maupun nonverbal (LM Psikologi UGM, 2021). Jika pada saat lebaran kamu mendapatkan pertanyaan basa-basi yang membuatmu merasa tidak nyaman, kamu bisa menjawab dengan tegas namun tetap menjaga kesopanan. Contohnya jika ditanya, “Kapan kerja?” atau “Kenapa belum nikah?”, kamu bisa menjawab “Wah, masih berproses, Om/Tante. Tapi lebih seru kalau kita bahas hal yang lain, deh!” Dengan jawaban ini, kamu bisa tetap menjaga hubungan baik tanpa harus merasa tertekan.
3. Alihkan Pembicaraan ke Topik Lain
Teknik Redirecting Conversation sangat efektif dalam menghindari topik yang kurang nyaman (Nguyen et al., 2024). Saat mendapatkan pertanyaan yang mengarah ke tekanan sosial, kamu bisa langsung mengubah topik pembicaraan dengan bertanya balik sesuatu yang lebih netral. Misalnya “Om/Tante, Lebarannya tahun ini di mana?”, “Kemarin sempat liburan ke mana, nih?”, “Gimana kabar anak-anak Om/Tante?” Dengan cara ini, perhatian lawan bicara akan teralihkan, dan kamu tidak perlu terlalu lama membahas hal yang tidak nyaman.
4. Jangan Terlalu Dipikirkan
Menurut teori Mindfulness, menerima sesuatu tanpa berlebihan dalam menilai dapat mengurangi beban pikiran (Safitri & Nugroho, 2023). Hasil penelitian Ma dan Fang (2019) mengatakan bahwa remaja dengan kemampuan mindfulness tingkat tinggi menyebabkan tingkat tekanan psikologis yang lebih rendah termasuk depresi, kecemasan, dan stres karena memiliki kemampuan regulasi emosi yang komprehensif. Kebanyakan orang yang bertanya sebenarnya tidak benar-benar peduli dengan jawaban kita mereka hanya ingin berbasa-basi. Kita dapat mencoba untuk tidak terlalu memikirkan atau menganalisis setiap pertanyaan secara mendalam. Jika kamu merasa terganggu, tarik napas dalam-dalam, tenangkan diri, dan anggap saja itu hanya sekedar obrolan ringan yang tidak perlu dibawa hati.
5. Bersikap Jujur Jika Perlu
Jika kamu merasa cukup nyaman, tidak ada salahnya untuk jujur dan terbuka mengenai kondisi yang sedang kamu alami. Jika ada yang bertanya “Kapan lulus?”, kamu bisa menjawab dengan jujur seperti, “Masih dalam proses, doakan saja semoga lancar!” Atau jika ditanya “Kenapa belum kerja?”, kamu bisa dijawab “Lagi cari peluang yang sesuai, doakan ya semoga segera dapat pekerjaan yang cocok.” Kejujuran dalam menjawab pertanyaan bisa membuatmu lebih nyaman karena tidak perlu berpura-pura di hadapan orang lain..
Jika Merasa Stres, FEB UGM Punya Solusi!
Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut mulai membuatmu merasa stres atau terbebani, ingat bahwa kamu tidak sendirian. FEB UGM menyediakan layanan kesehatan mental melalui Career and Student Development Unit (CSDU). Layanan ini gratis, dan kamu bisa berbicara dengan profesional yang siap membantu. Selain itu, FEB UGM juga memiliki Peer Support, yaitu teman sebaya yang bisa diajak berbagi cerita dan mencari solusi bersama. Berbagi cerita dengan orang-orang yang memahami situasi yang sama dapat membantu mengurangi tekanan mental dan membuatmu merasa lebih tenang.
Lebaran seharusnya menjadi momen untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga, bukan menjadi ajang tekanan sosial. Jika kamu menghadapi pertanyaan basa-basi yang kurang nyaman, tetaplah santai, gunakan humor, alihkan pembicaraan, atau tetapkan batasan dengan sopan. Dan yang paling penting, jangan biarkan omongan orang lain membuatmu merasa tidak cukup baik. Ingat bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidupnya sendiri, dan tidak ada yang perlu dikejar hanya karena ekspektasi sosial.
DAFTAR PUSTAKA
1. LM Psikologi UGM. (2021, Desemmber 2). Komunikasi Asertif: Menyelesaikan Konflik Tanpa Menyakiti. LM Psikologi UGM. Retrieved March 10, 2025,
2. Ma, Y., & Fang, S. (2019). Adolescents’ mindfulness and psychological distress: The mediating role of emotion regulation. Frontiers in psychology, 10,
1358.
3. Matahari, D. (2023). Menghadapi Permasalahan Hidup: Memahami Peranan Penilaian Kognitif. Konsorium Psikologi Ilmiah Nusantara, 9(4), 1. https://buletin.k-
pin.org/index.php/arsip-artikel/1224-menghadapi-permasalahan-hidup-memahami-peranan-penilaian-kognitif
4. Nguyen, V., Jung, S. M., Lee, L., Hull, T. D., & Niculescu-Mizil, C. D. (2024). Taking a turn for the better: Conversation redirection throughout the
course of mental-health therapy. ACL Anthologi, 12(16), 9507–9521. DOI: 10.18653/v1/2024.findings-emnlp.555
5. Qudsyi, H., Husnita, I., Mulya, R., Jani, A. A., & Arifani, A. D. (2020). Student engagement among high school students: Roles of parental
involvement,
peer attachment, teacher support, and academic self-efficacy. 3rd International Conference on Learning Innovation and Quality Education (ICLIQE 2019),
241–251
6. Safitri, M. H. (2023). Mindfulness dan Emotional Intelligence Pada Remaja Panti Asuhan. Psychology Journal Of Mental Health, 4(2), 95.
7. Simione, L., & Gnagnarella, C. (2023). Humor Coping Reduces the Positive Relationship between Avoidance Coping Strategies and Perceived Stress:
A Moderation Analysis. Behavioral Sciences, 13(2), 179. DOI: 10.3390/bs13020179