Sudah beberapa bulan dunia kampus telah dilewati oleh mahasiswa baru FEB UGM. Banyak tawa, kecewa, khawatir pada indeks nilai, takut menghadapi dosen dan mata kuliah, dan beberapa hal lainnya yang sudah dialami selama paruh waktu menjadi mahasiswa baru. Transisi dari dunia sekolah menengah ke universitas, dari siswa menjadi mahasiswa, mungkin terasa berbeda bagi setiap orang. Ada yang merasa transisi ini mudah, ada yang bilang lumayan berat, dan bahkan beberapa yang merasa sangat berat. Ini merupakan hal yang lumrah bagi mahasiswa sebagai individu dalam menghadapi fase kehidupan yang baru.
Tidak hanya itu, mahasiswa baru juga menghadapi tantangan akademik, dinamika sosial yang lebih kompleks, dan berbagai tuntutan tanggung jawab baru. Semua hal ini dapat menjadi beban tersendiri, sehingga dibutuhkan proses adjustment yang tepat agar dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan baru. Jika tidak dihadapi dengan baik, masa transisi ini dapat berujung pada maladjustment, penyesuaian yang kurang tepat. Kondisi ini dapat memicu stres yang berlebihan, demotivasi, hingga depresi pada mahasiswa baru.
Lalu, bagaimana sih cara mahasiswa baru untuk meng-adjust transisi dari sekolah menengah ke dunia perkuliahan ini?
Yuk, kenali tiga bentuk utama adjustment sebagai mahasiswa di perkuliahan. Menurut Baker & Siryk (1984) terdapat tigal hal yang harus diketahui oleh mahasiswa baru untuk memulai di dunia perkuliahan.
- Academic Adjustment
Hal ini mengenai bagaimana mahasiswa baru untuk mengatur waktu belajar, menghadapi penilaian yang berbeda dengan masa sekolah menengah, dan beradaptasi dengan metode perkuliahan yang dituntut untuk self-learning.
2. Social Adjustment
Pada dunia perkuliahan, seringakli mahasiswa berpisah dengan keluarga dengan hidup di kos, teman baru dari berbagai wilayah dan berbeda latar belakang, dan lingkungan akademik yang baru. Dengan adanya hal tersebut, mahasiswa baru dapat membangun hubungan baru dengan teman-teman dan sosial yang baru untuk memahami bagaimana dinamika sosial yang ada pada dunia perkuliahan.
3. Personal-Emotional Adjustment
Seperti yang sudah disebut pada pembahasan sebelumnya, jauh dari keluarga dan teman-teman baik di lingkungan rumah dan sekolah sebelumnya dan hidup mandiri di kos mendorong adanya rasa homesick, rasa minder, serta tekanan identitas diri. Hal tersebut perlu disikapi dengan bijak dan perlunya mengetahui bagaimana penyelesaian atas masalah-masalah tersebut.
Namun, dalam proses adjustment tersebut tidaklah mudah, terdapat tantangan-tantangan umum yang harus dihadapi oleh seorang mahasiswa baru dalam menghadapi proses adjustment.
Pertama, adanya culture shock dari sisi akademik. Mahasiswa baru sering kali kaget dengan adanya sistem akademik di perkuliahan seperti sistem yang lebih fleksibel dan tuntutan atas kemandirian. Studi yang dilakukan oleh Misra dan McKean (2000) menunjukkan bahwa mahasiswa baru sering mengalami peningkatan stres karena kurangnya keterampilan manajemen waktu dan self-regulated learning.
Kedua, adanya social isolation. Dengan adanya jarak mahasiswa baru dengan orangtua mengajarkan adanya rasa kurang dukungan dari individu lain. Padahal, Hefner & Eisenberg (2009) dalam studinya menyatakan bahwa mahasiswa baru dengan dukungan sosial yang lebih tinggi lebih resisten terhadap stres akademik.
Lalu, dengan masalah-masalah umum ini, bagaimana sih mahasiswa baru perlu meng-adjust dirinya dalam dunia perkuliahan?
- Self-awareness dan self-regulation
Barry Zimmerman (2002) mengenalkan self-regulated learning (SLR) yang merupakan kemampuan mahasiswa untuk mengatur pikiran, emosi, dan perilaku untuk mencapai tujuan pembelajaran. Mahasiswa memiliki kesadaran atau self-awareness mampu mengenali sumber stresnya, baik berasal dari tugas perkuliahan, relasi sosial, atau ekspektasi diri. Dengan kesadaran tersebut, mahasiswa dapat mengolah emosi (self-regulation) dan memilih strategi adaptif yang untuk mengatasi tantangan tersebut, seperti journaling, refleksi diri, atau mood tracking.
2. Membangun relasi sosial yang sehat
Social engagement mengacu pada keterlibatan aktif seseorang dalam jaringan sosial dan kegiatan komunitas yang mendukung kesejahteraan emosional. Cohen & Wills (1985) mengenalkan Social Support Theory yang mana dukungan sosial berfungsi sebagai buffer terhadap stres. Mahasiswa yang aktif secara sosial lebih mudah membangun sense of belonging dan memiliki daya tahan terhadap stres (resilience) yang lebih tinggi. Maka dari itu, carilah komunitas yang dapat mendukung kamu, baik di dalam maupun luar kampus, seperti organisasi, unit kegiatan mahasiswa, atau klub lainnya. Relasi sosial sehat ditandai dengan keterbukaan, saling memberi dukungan, dan adanya batasan pribadi yang jelas.
3. Kelola stres dengan Mindfulness
Hmmm.. apa sih mindfulnes itu? Mindfulness sendiri merupakan kemampuan untuk hadir sepenuhnya untuk saat ini dan menyadari pikiran, perasaan, dan sensasi tubuh tanpa menghakimi (non-judgemental awareness). Jon Kabat-Zinn (2003) mengadopsi konsep ini dari tradisi meditasi Buddhis yang diadaptasikan dengan konsep modern melalui program Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR).
Lalu bagaimana mindfulness ini menjadi strategi psikologis dalam penyesuaian diri?
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Shapiro et al. (2008), latihan mindfulness seperti pernapasan sadar selama 10 menit mampu menurunkan kecemasan dan meningkatkan fokus belajar. Teknik sederhana ini dapat dilakukan dengan mengambil napas dalam-dalam sambil menyadari apa yang sedang dirasakan, yang selanjutnya mampu membantu dan mengurangi stres akan kegiatan akademik.
4. Jangan takut untuk mencari bantuan.
Jika stress sudah memberi dampak negatif yang berlebihan seperti mengganggu tidur, konsentrasi, atau hubungan sosial, segeralah mencari bantuan unit psikologi kampus. Mahasiswa yang mencari bantuan psikologis lebih cepat pulih dan memiliki performa akademik yang lebih stabil(Hunt & Eisenberg, 2010).
Penyesuaian diri di dunia perkuliahan bukan serta merta tanggung jawab individu mahasiswa, tetapi juga ekosistem kampus. Institusi pendidikan turut andil dalam memberikan masa orientasi kepada mahasiswa baru dan menyediakan layanan psikologis serta buddy system untuk membantu mahasiswa baru beradaptasi di dunia perkuliahan. Kampus yang sadar akan pentingnya student well-being akan melahirkan mahasiswa yang tangguh dan produktif.
Maka dari itu, dengan berbagai hambatan umum yang dialami, mahasiswa baru diharapkan dapat mencari dukungan dari layanan yang tersedia di universitas untuk membantu proses penyesuaian diri. Khususnya bagi mahasiswa FEB UGM, kamu bisa menghubungi Peer Support dan CSDU FEB UGM. Keren banget, kan? Peer Support dan CSDU siap mendukung kamu, baik secara mental maupun sosial, agar bisa beradaptasi dan berkembang di dunia perkuliahan.
Pada intinya, transisi menjadi mahasiswa merupakan proses pembentukan identitas dan kemandirian. Stres dalam masa transisi pasti akan selalu ada. Kuncinya bukan pada bagaimana menghindari stres tersebut, melainkan bagaimana belajar menyesuaikan diri terhadap hal-hal baru (yang mana dapat membuat stres) dengan cara yang sehat, membangun relasi yang positif, dan mengetahui kapan perlu meminta bantuan kepada profesional. Menjadi mahasiswa bukan sekadar belajar di ruang kuliah dan mengerjakan tugas dari dosen, tetapi juga belajar bagaimana memahami diri sendiri. Di situlah letak seni dari self-adjustment dimulai.
Referensi.
- Baker, R. W., & Siryk, B. (1984). Measuring adjustment to college. Journal of Counseling Psychology, 31(2), 179–189.
- Cohen, S., & Wills, T. A. (1985). Stress, social support, and the buffering hypothesis. Psychological Bulletin, 98(2), 310–357.
- Hefner, J., & Eisenberg, D. (2009). Social support and mental health among college students. American Journal of Orthopsychiatry, 79(4), 491–499.
- Zimmerman, B. J. (2002). Becoming a self-regulated learner: An overview. Theory Into Practice, 41(2), 64–70.
- Kabat-Zinn, J. (2003). Mindfulness-based interventions in context: Past, present, and future. Clinical Psychology: Science and Practice, 10(2), 144–156.
- Shapiro, S. L., Astin, J. A., Bishop, S. R., & Cordova, M. (2005). Mindfulness-Based stress Reduction for health care professionals: results from a randomized trial. International Journal of Stress Management, 12(2), 164–176.
- Hunt, J., & Eisenberg, D. (2010). Mental health problems and help-seeking behavior among college students. Journal of Adolescent Health, 46(1), 3–10.